Memperkukuh Kebersamaan

  • Kolom Bentara Flores Pos

Oleh Avent Saur

Ustadz H. Moksen Thalib berkhotbah

Ustadz H. Moksen Thalib sedang berkhotbah dalam dalam Sholat Idulfitri 1 Syawal 1436 Hijriah di Lapangan Pancasila Ende, Flores pada Jumat (17/7).

Seruan memperkukuh kebersamaan yang digemakan oleh Ustadz H. Moksen Thalib dalam Sholat Idulfitri 1 Syawal 1436 Hijriah di Lapangan Pancasila Ende, Jumat (17/7) mengandaikan dua hal utama. Pertama, kebersamaan itu sudah ada, tinggal dikukuhkan saja. Kedua, kebersamaan itu memiliki manfaat konstruktif sehingga harus terus dijaga.

Yah, kebersamaan itu sudah ada, sudah terbentuk terutama dalam sila ketiga Pancasila (Persatuan Indonesia). Dalam kaitan dengan kehidupan keagamaan, kebersamaan itu tentu disemangati oleh sila pertama, “Ketuhanan yang Maha Esa”. Kebersamaan, persatuan itu bermanfaat untuk kedamaian dalam kehidupan bersama sebagai satu komunitas sosial (masyarakat) dan komunitas politik (bangsa dan negara), yang tentu dirangkai dalam keanekaragaman.

Dan memang, itulah yang ditekankan oleh Ustadz H. Moksen Thablib, yang melalui khotbahnya gampang dikenal sebagai pribadi nasionalis dan moderat. Menurut Ustadz Moksen, ada tiga arah kebersamaan antara lain kebersamaan antarpelaku pemerintahan, kebersamaan antara pemerintah dan masyarakat serta kebersamaan antaranggota masyarakat. Kebersamaan ini dipandangnya sebagai modal dasar sekaligus prinsip hidup serta kebutuhan utama manusia.

Seruan ini bergema di tengah tiga situasi yang memang perlu dibarui, dan dengan itu, ini sangat kontekstual. Pertama, pemerintah kurang kompak dalam bekerja, kurang saling mendukung. Ada yang sibuk berjuang bersusah-susah, sebaliknya, ada yang hanya memerintah.

Bupati, misalnya, mengharapkan semua pemimpin SKPD untuk menghadiri sidang di DPRD, sebaliknya, yang terjadi, sedikit saja yang memenuhi harapan itu. Atau juga terjadi sebaliknya, ada pegawai yang mengharapkan bupatinya selalu berada di daerah mengurusi rakyat, sementara bupatinya selalu keluar daerah tanpa diketahui entah untuk urusan apa. Ada yang menjunjung tinggi dan menghindari praktik korupsi, sebaliknya, ada yang dengan nafsu serakah, mencuri uang milik rakyat. Tidak kompak, memudarkan kebersamaan dan persatuan.

Kedua, kalau pemerintah serius mempedulikan kepentingan masyarakat, maka bukan tidak mungkin, keadaan rakyat sudah jauh dari pada keadaan sekarang. Kepedulian pemerintah hanya momental saja, di saat-saat pemerintah membutuhkan rakyat untuk merengkuh kekuasaan dan untuk bertahan pada kekuasaan itu. Memang ada pemerintah yang peduli, tetapi kepeduliannya tidak penuh seturut porsi yang dibutuhkan rakyat.

Atau juga rakyat yang tidak memperdulikan urusan pemerintahan, misalnya, kurang serius dalam mengerjakan proyek-proyek demi kepentingan publik. Atas ulah rakyat (pekerja), pemerintah dipersalahkan. Lagi-lagi korupsi dan mental serakah. Kurang bersatu, kurang kompak, tidak solid, mental instan.

Ketiga, konflik sosial antaranggota masyarakat, antarkelompok masyarakat, dan konflik dalam pelbagai ranah sosial (keluarga, lembaga pendidikan, dan lain-lain) selalu terjadi di mana-mana, hampir tak berbendung. Dalam konteks kehidupan sosial antarumat beragama, konflik teranyar terjadi di Tolikora Papua. “Konflik ini mesti diselesaikan secara hukum, “demikian Jusuf Kalla. “Presiden mesti segera membentuk tim independen untuk mengungkap penyebabnya,” kata pihak Konferensi Waligereja Indonesia Romo Benny Susetyo.

Tujuannya, supaya konflik itu tidak meluas, tidak ada balas dendam, dan tidak melahirkan sentimen agama. Entah apa pun alasannya, konflik itu menodai kebersamaan dan persatuan baik sosial maupun politik.

Dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan beragama di Ende, nilai kebersamaan itu diperkokoh selain untuk masyarakat dan umat beragama di Ende, tetapi juga bisa menjadi panutan bagi masyarakat di seantero Nusantara. Mengapa jadi panutan? Mengingat Ende sebagai tempat dasar negara tertanam dalam-dalam.

Lebih praktis, kebersamaan sosial itu disebutkan secara jelas oleh Ustadz yang nasional dan moderat itu. “Kebersamaan antarmasyarakat terwujud dalam sikap saling menghargai, saling membantu, kerja sama, saling peduli dan saling melindungi.” Dalam terang Idulfitri, kebersamaan ini mesti diperkukuh dan terus dijaga bukan hanya oleh umat Islam melainkan juga oleh seluruh anggota masyarakat dan umat beragama apa pun.*** (Flores Pos, Selasa, 21 Juli 2015)

Sholat Idulfitri

Umat muslim sedang bersujud saat Sholat Idulfitri 1 Syawal 1436 Hijriah di Lapangan Pancasila Ende, Jumat (17/7).

About Avent Saur

Lahir 27 Januari 1982 di kampung Weto, Kecamatan Welak, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Bulan kelahiran ini masih diragukan, karena Mama saya bilang saya dilahirkan pada bulan usai panen jagung dan padi. Yah... sekitar bulan Juli. Di akte kelahiran dan surat baptis (agama Katolik), 27 Juli 1982.Studi filsafat dan teologi pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Maumere, Flores, NTT. Pernah menjadi wartawan pada majalah bulanan KUNANG-KUNANG (2008-2009). Sekarang, tinggal di Ende, "bantu-bantu" di harian umum Flores Pos. Blog ini dibuat, sejak 20 April 2013.
This entry was posted in OPINI and tagged , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a comment